Ubahlah Jiwa Kita
Firman Allah swt : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d : 11)
Ketika Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw, lalu Rasulullah saw membacakannya kepada umat Arab (Islam) pada ketika itu, maka ia (bacaan Al-Qur’an) memberi kesan yang mendalam bagaikan suatu kekuatan, yang mana :
- Memberi kesan yang mendalam dalam hati manusia.
- Memberi pengaruh dalam diri mereka.
- Meresap terus ke dalam rohani mereka.
Ketika Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw, lalu Rasulullah saw membacakannya kepada umat Arab (Islam) pada ketika itu, maka ia (bacaan Al-Qur’an) memberi kesan yang mendalam bagaikan suatu kekuatan, yang mana :
- Memberi kesan yang mendalam dalam hati manusia.
- Memberi pengaruh dalam diri mereka.
- Meresap terus ke dalam rohani mereka.
Maka, Allah swt mengubah umat Arab pada ketika itu kepada suatu umat yang baru dengan Al-Qur’an tersebut. Kedua-duanya berbeda (antara Arab Jahiliyyah dengan umat Islam) dan pemisahannya sangat besar antara umat Arab dalam kejahiliyahan mereka dengan keislaman mereka.
Al Qur’an justeru sangat memberi kesan dalam jiwa perbuatan, pengakuan, akhlak atau sifat semula kaum musyrikin maupun orang-orang Islam. Namun, kesannya dalam jiwa kaum musyrikin hanyalah sementara dan dianggap suatu yang negatif.
Maka, mereka berusaha menjauhi Al Qur’an dan berusaha membina benteng pemisah antara mereka dengan Al Qur’an. Sebahagian musyrikin yang lain pula berkata :
Al Qur’an justeru sangat memberi kesan dalam jiwa perbuatan, pengakuan, akhlak atau sifat semula kaum musyrikin maupun orang-orang Islam. Namun, kesannya dalam jiwa kaum musyrikin hanyalah sementara dan dianggap suatu yang negatif.
Maka, mereka berusaha menjauhi Al Qur’an dan berusaha membina benteng pemisah antara mereka dengan Al Qur’an. Sebahagian musyrikin yang lain pula berkata :
“Janganlan kamu mendengarkan Al-Qur’an ini dan buatlah menjadi hiruk pikuk (lagha) terhadapnya, sehingga kamu mampu mengalahkan mereka”. (QS Fushilat : 26)
Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka adalah : “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (QS Az-Zumar : 18)
Maka, kesan Al-Qur’an dalam jiwa mereka sentiasa berbentuk positif yang seterusnya merubah mereka dari suatu keadaan kepada keadaan lain (yang lebih baik). Al-Qur’an juga mendorong mereka ke arah berakhlak dengan akhlak mulia dan beramal dengan amalan yang baik.
Firman Allah swt lagi : “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (iaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, yang mana gementar kerananya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingati Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” (QS Az-Zumar : 23)
Demikianlah Al-Qur’an yang sering dibaca kepada kita dan demikianlah Al-Qur’an yang sering diperdengarkan kepada kita.
- Adakah berubah jiwa kita dengan mendengar bacaan Al-Qur’an tersebut?
- Adakah terbentuk akhlak kita menjadi akhlak yang baik dengannya?
- Adakah hati kita terkesan dengan Al-Qur’an sebagaimana terkesannya hati golongan muslimin terdahulu?
Malangnya tidak begitu wahai saudaraku!!!
Kita sering membaca Al-Qur’an dengan pelbagai alunan indah, dengan kalimat-kalimat yang terus diulang-ulang dan irama yang kepelbagaian, namun… tiada apa pun yang berlaku dalam diri kita.
Padahal, Al-Qur’an itu ibarat aliran air yang mengalir deras yang mampu memberi kesan yang kuat. Namun, antara kita dengan Al-Qur’an ada tembok yang membatasi. Oleh yang demikian, kita tidak seperti golongan terdahulu yang terkesan dengan Al-Qur’an lalu jiwa mereka berubah dengannya.
Inilah kita sekarang yang ingin mengikut golongan yang terdahulu (As-Salaf As-Soleh). Kita mahu kebangkitan semula dalam jiwa orang-orang Islam dan umat Islam secara umumnya agar mereka menjadi umat Al Qur’an dan negara Al Qur’an.
Kita mau Al Qur’an menaungi kita dengan unsur kerohaniannya yang tinggi. Tidakkah kita mau mempunyai suatu hubungan yang hakiki dengan Al-Qur’an yang mampu menyucikan rohani kita dan mengubah jiwa kita dengan perubahan yang baik? Sesungguhnya kita hari ini terkesan dengan duniawi dan diselubungi cinta keduniaan dalam segenap jiwa kita.
Tidakkah kita mendengar firman Allah swt yang Maha Agung yang menyebut : “Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS At-Taubah : 24)
Allah swt berfirman lagi : “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al A’la : 16-17)
Firman Allah swt lagi yang bermaksud : “Apa yang di sisimu akan lenyap binasa, sedangkan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal”. (QS An-Nahl : 96)
Maka, hendaklah kita mengutamakan apa yang ada di sisi Allah swt berbanding apa yang ada di sisi kita.
Hendaklah kita mengutamakan redha Allah dan ganjaranNya dan tidak mengeluh dengan apa yang menimpa kita di sepanjang kita mengharungi jalan kebenaran yang telah diamanahkan, terutamanya kesakitan jiwa mahupun pengurangan harta benda, sedangkan tiada yang dapat menimpa kita melainkan apa yang telah Allah swt tetapkan kepada kita dan sudah tentu tiada yang menimpa kita melainkan kebaikan belaka dengan izin Allah swt.
Firman Allah swt : “Maka mereka kembali dengan nikmat dan kurnia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai kurnia yang besar. Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakutkan (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), kerana itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Ali Imran : 174-175)
Kita hanya melihat kepada sebab-sebab (Al-Asbab) adalah segala-galanya, namun kita mengabaikan pergantungan kita kepada :
- Kehendak Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
- BantuanNya terhadap para waliNya dari arah yang tidak disangka-sangka.
- Pemberian-Nya terhadap mereka dari perbuatan, pengakuan atau akhlak manusia menyadarinya ataupun tidak.
- Adakah berubah jiwa kita dengan mendengar bacaan Al-Qur’an tersebut?
- Adakah terbentuk akhlak kita menjadi akhlak yang baik dengannya?
- Adakah hati kita terkesan dengan Al-Qur’an sebagaimana terkesannya hati golongan muslimin terdahulu?
Malangnya tidak begitu wahai saudaraku!!!
Kita sering membaca Al-Qur’an dengan pelbagai alunan indah, dengan kalimat-kalimat yang terus diulang-ulang dan irama yang kepelbagaian, namun… tiada apa pun yang berlaku dalam diri kita.
Padahal, Al-Qur’an itu ibarat aliran air yang mengalir deras yang mampu memberi kesan yang kuat. Namun, antara kita dengan Al-Qur’an ada tembok yang membatasi. Oleh yang demikian, kita tidak seperti golongan terdahulu yang terkesan dengan Al-Qur’an lalu jiwa mereka berubah dengannya.
Inilah kita sekarang yang ingin mengikut golongan yang terdahulu (As-Salaf As-Soleh). Kita mahu kebangkitan semula dalam jiwa orang-orang Islam dan umat Islam secara umumnya agar mereka menjadi umat Al Qur’an dan negara Al Qur’an.
Kita mau Al Qur’an menaungi kita dengan unsur kerohaniannya yang tinggi. Tidakkah kita mau mempunyai suatu hubungan yang hakiki dengan Al-Qur’an yang mampu menyucikan rohani kita dan mengubah jiwa kita dengan perubahan yang baik? Sesungguhnya kita hari ini terkesan dengan duniawi dan diselubungi cinta keduniaan dalam segenap jiwa kita.
Tidakkah kita mendengar firman Allah swt yang Maha Agung yang menyebut : “Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS At-Taubah : 24)
Allah swt berfirman lagi : “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al A’la : 16-17)
Firman Allah swt lagi yang bermaksud : “Apa yang di sisimu akan lenyap binasa, sedangkan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal”. (QS An-Nahl : 96)
Maka, hendaklah kita mengutamakan apa yang ada di sisi Allah swt berbanding apa yang ada di sisi kita.
Hendaklah kita mengutamakan redha Allah dan ganjaranNya dan tidak mengeluh dengan apa yang menimpa kita di sepanjang kita mengharungi jalan kebenaran yang telah diamanahkan, terutamanya kesakitan jiwa mahupun pengurangan harta benda, sedangkan tiada yang dapat menimpa kita melainkan apa yang telah Allah swt tetapkan kepada kita dan sudah tentu tiada yang menimpa kita melainkan kebaikan belaka dengan izin Allah swt.
Firman Allah swt : “Maka mereka kembali dengan nikmat dan kurnia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai kurnia yang besar. Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakutkan (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), kerana itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Ali Imran : 174-175)
Kita hanya melihat kepada sebab-sebab (Al-Asbab) adalah segala-galanya, namun kita mengabaikan pergantungan kita kepada :
- Kehendak Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
- BantuanNya terhadap para waliNya dari arah yang tidak disangka-sangka.
- Pemberian-Nya terhadap mereka dari perbuatan, pengakuan atau akhlak manusia menyadarinya ataupun tidak.
Hal ini berdasarkan firman Allah swt yang bermaksud : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah nescaya Dia akan mengadakan jalan keluar bagi (masalah)-nya dan memberinya rezeki kepadanya dari sudut yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah nescaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS At-Thalaq : 2-3)
Firman Allah swt lagi : “Dan Kami hendak memberi kurnia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi.” (QS Al-Qashash : 5-6)
Begitu juga dengan ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan segala urusan diserahkan hanya kepada Allah swt sebelum dan sesudah.
Adakah kita mempunyai jiwa yang mampu berubah dengan wahyu rabbani, janji Qur’ani dan ayat Samawi ini, lalu kita lebih meyakini apa yang di sisi Allah swt berbanding apa yang ada di sisi kita? Kadang-kala :
- Kita membenci hanya dengan sebab yang kecil saja.
- Kita saling menjauhkan diri, saling bermusuhan dan sebagainya hanya karena sesuatu sebab atau tanpa sebab yang munasabah.
- Kita saling berpecah hanya karena berbeda pendapat, hanya kerana mengikut hawa nafsu, syahwat, kepentingan diri, keduniaan, tujuan yang tercela, khayalan, angan-angan palsu dan keinginan yang buruk.
Allah swt berfirman : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai- berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu dengan nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara”. (QS Ali Imran : 103)
Firman Allah swt lagi yang berbunyi : “Sesungguhnya, hanyalah orang-orang yang beriman yang bersaudara”. (QS Al-Hujurat : 10)
Firman Allah swt lagi : “Dan orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, satu sama lainnya saling membantu dan menolong…”. (QS At-Taubah : 71)
Adakah kita tidak terkesan dengan ungkapan Allah swt yang mulia ini untuk seterusnya melupakan kedengkian dan kebencian (kepada sesama muslim) dan menyucikan jiwa kita lalu kita ingin bersama-sama di atas kalimah Allah (di bawah satu aqidah) lalu kita :
- Menjadi saudara sesama kita dengan penuh makna persaudaraan hakiki.
- Saling mencintai antara sesama kita dengan roh persaudaraan.
- Saling bekerjasama untuk mendapatkan keredhaan Allah swt.
Allah swt berfirman : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di sebalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yaitu) yang akan mewarisi syurga Firdaus dan mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Mu’minun : 1-11)
Di mana kita jika dibandingkan dengan sifat-sifat mulia yang disifatkan oleh Allah swt melalui ayat ini sebagai hamba-hambaNya yang beriman? Antara sifat-sifatnya adalah :
- Khusyu’ dalam solat.
- Menjaga solat.
- Tidak bercakap perkara-perkara yang melalaikan.
- Beramal untuk menghindarkan dari apa yang tidak memberi faedah dan tidak memberi manfaat samada kecil mahupun besar.
- Membayar zakat samada zakat fitrah mahupun zakat harta untuk memberi jaminan bagi golongan yang dilindungi.
- Membersihkan harta.
- Mencegah fitnah.
- Berbuat baik kepada golongan faqir dan miskin.
- Menjaga kemaluan dan memeliharanya daripada perbuatan yang tidak dihalalkan oleh Allah swt, serta menjaga semua anggota tubuh dari hal-hal yang berhubungan dengannya seperti mata, telinga, mulut, hidung, tangan dan kaki.
Di mana kita jika dibandingkan dengan sifat-sifat mulia yang disifatkan oleh Allah swt melalui ayat ini sebagai hamba-hambaNya yang beriman? Antara sifat-sifatnya adalah :
- Khusyu’ dalam solat.
- Menjaga solat.
- Tidak bercakap perkara-perkara yang melalaikan.
- Beramal untuk menghindarkan dari apa yang tidak memberi faedah dan tidak memberi manfaat samada kecil mahupun besar.
- Membayar zakat samada zakat fitrah mahupun zakat harta untuk memberi jaminan bagi golongan yang dilindungi.
- Membersihkan harta.
- Mencegah fitnah.
- Berbuat baik kepada golongan faqir dan miskin.
- Menjaga kemaluan dan memeliharanya daripada perbuatan yang tidak dihalalkan oleh Allah swt, serta menjaga semua anggota tubuh dari hal-hal yang berhubungan dengannya seperti mata, telinga, mulut, hidung, tangan dan kaki.
Suatu ketika dahulu, penyair arab ada berkata:
Demi umurmu tidaklah jiwaku tertarik kepada kejahatan,
Dan tiadalah kakiku membawaku kepada keburukan,
Tidak juga pendengaran dan penglihatanku membawa kepadanya,
Juga minda dan akalku tidak menunjukkanku kepadanya.
Menjaga kemaluan dan jalan-jalannya membawa kepada :
- Kesucian perasaan.
- Ketinggian rohani.
- Kebersihan jiwa.
- Penjagaan kehormatan.
Di antara tugas-tugas kita yang lain pula adalah :
- Melawan syaitan.
- Berusaha untuk mendapatkan keredhaan dari Allah yang Maha Pengasih.
- Menunaikan amanah.
- Memenuhi janji (kehambaan).
- Melaksanakan tanggungjawab yang hak.
- Memurnikan jiwa.
- Memenuhi ruang kepercayaan diri.
- Membangunkan keseimbangan dalam pengenalan dan kerja sama sesama manusia.
Di manakah kita kini berbanding sifat-sifat yang disebutkan oleh Al Quran :
- Yang telah melahirkan generasi yang beriman dan jujur.
- Yang telah membentuk golongan muslim terdahulu,sehingga mereka menjadi sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia?
Demikianlah antara contoh daripada ajaran Al-Qur’an yang mampu memberi kesan mendalam dalam jiwa generasi salaf, sehingga terzahir menerusi akhlak mereka, lalu terpancar cahaya yang bersinar untuk (manfaat) manusia seluruhnya, kemudian mereka menjadi petunjuk buat mereka (manusia) menuju jalan yang lurus.
Namun, adakah jiwa kita mampu berubah lalu mengubah keadaan kita (kepada keadaan yang lebih baik)?
- Membangunkan keseimbangan dalam pengenalan dan kerja sama sesama manusia.
Di manakah kita kini berbanding sifat-sifat yang disebutkan oleh Al Quran :
- Yang telah melahirkan generasi yang beriman dan jujur.
- Yang telah membentuk golongan muslim terdahulu,sehingga mereka menjadi sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia?
Demikianlah antara contoh daripada ajaran Al-Qur’an yang mampu memberi kesan mendalam dalam jiwa generasi salaf, sehingga terzahir menerusi akhlak mereka, lalu terpancar cahaya yang bersinar untuk (manfaat) manusia seluruhnya, kemudian mereka menjadi petunjuk buat mereka (manusia) menuju jalan yang lurus.
Namun, adakah jiwa kita mampu berubah lalu mengubah keadaan kita (kepada keadaan yang lebih baik)?
Ya Allah, kami memahami bahwa Engkau tidak akan mengubah keadaan nasib kami sehingga kami mengubah apa yang ada di dalam hati kami. Jadikanlah Al Qur’an sebagai petunjuk untuk kami ambil bekalan-bekalannya dalam kehidupan kami. Realisasikanlah harapan kami.
Post a Comment